Mavrodi Mondial Moneybox (MMM) atau dikenal dengan Manusia Membantu Manusia kembali bangkit dan bahkan kian agresif beriklan di media massa cetak maupun elektronik. Tak tanggung-tanggung, MMM siap menganggarkan miliaran rupiah untuk biaya iklan.
Menanggapi hal itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) langsung meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerjasama dengan pihak terkait untuk menertibkan iklan MMM tersebut. "Ya OJK harus kerja sama dengan pihak terkait untuk menertibkannya (iklan)," ujar Anggota Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (2/4/2015).
Lebih lanjut kata Tulus, iklan tersebut bisa berbuntut pada penipuan karena MMM tak memiliki izin usaha dari OJK dan itu artinya illegal. Bahkan, menurut dia, MMM juga bisa dipidanakan karena hal tersebut.
Oleh karena itu, Tulus meminta OJK untuk menggandeng Komisi Pengajaran Indonesia (KPI), Dewan Pers, bahkan kepolisian untuk menertibkan iklan tersebut. Sampai saat ini kata Tulus, YLKI sudah mendapatkan berbagai pengaduan terkait MMM tersebut.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa arisan Manusia Membantu Manusia (MMM) Indonesia atau Komunitas Mavrodian Indonesia dan Mavrodi Mondial Moneybox bukanlah produk investasi.
Sehubungan dengan itu, OJK menyebutkan telah menerima 28 laporan terkait dengan MMM serta 117 pertanyaan dari masyarakat. Adapun pertanyaan yang paling banyak disampaikan adalah mengenai aspek legalitasnya dan mekanisme pengawasan MMM.
"Dari hasil penelusuran kami, diperoleh informasi bahwa program MMM merupakan suatu social financial networking dan bukan termasuk cakupan investasi karena tidak ada underlying (dasar) investasinya," tulis OJK dalam keterangan resminya, Rabu (13/8/2014).
OJK menyatakan MMM bukanlah Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang melakukan kegiatan usaha di sektor keuangan sebagaimana diatur dan diawasi oleh OJK, sehingga program MMM Indonesia tidak mendapatkan izin usaha dari OJK.
"Masyarakat harus waspada terhadap ciri-ciri tawaran investasi atau produk/layanan jasa keuangan yang tidak jelas, seperti menjanjikan imbal hasil yang sangat tinggi, tidak jelas regulator atau pengawasnya, serta tidak jelas informasi izin usaha dan tanda terdaftar atas produk dan layanannya," jelas OJK.