Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) Faisal Basri menyatakan, harga bensin di Indonesia bukanlah yang termurah.
“Pertamina menunjukkan bahwa di Indonesia harga gasoline (bensin) itu paling murah Rp 6.800 per liter. Oleh karena itu Pertamina merasa dianiya, harusnya tidak seperti itu. Dengan penetapan segini kami (Pertamina) rugi,” kata Faisal, Jakarta, Rabu (1/4/2015).
Menurut Faisal, perbandingan harga bensin dan solar di Indonesia tidak apple to apple. Harga bensin di Indonesia yang dikutip Pertamina adalah untuk jenis premium atau Research Octane Number 88. Sedangkan, di hampir semua negara minimal RON 91/92.
Sebelum kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), harga bensin kualitas RON 88 di Indonesia adalah Rp 6.800 per liter. Pertamina menyandingkan ini dengan harga bensin di negara lain dengan kualitas RON 91/92, dan tentu saja terlihat paling murah.
Seperti harga bensin di Kamboja yakni Rp 17.254 per liter, Laos Rp 16.727 per liter, China Rp 14.225 per liter, Thailand Rp 14.093 per liter, India Rp 13.698 per liter, Filipina Rp 12.644 per liter, Vietnam Rp 11.195 per liter, dan Malaysia Rp 6.849 per liter.
“Kalau kualitas RON 92 dihitung itu 67 sen dollar AS, keluarnya Rp 8,700. Sesuai. Tapi kok Pertamina memaksakan diri (membandingkan) pakai premium (RON 88). Global petrol price ini kan setara RON 92, kok maksa banget (pakai RON 88). Berarti kalau pakai RON 92, (bensin) Indonesia tidak paling murah,” jelas Faisal.
Lebih lanjut dia menyayangkan pula perbandingan harga bensin dengan India yang dikatakan oleh Pertamina bahwa harga bensin di Indonesia lebih murah. Faisal mengatakan, Pertamina tidak menjelaskan kenapa harga di India lebih mahal dari Indonesia.
“Harga di India ini Rp 13.698 per liter, karena 50 persennya dalam bentuk pajak. Di Indonesia pajaknya 15 persen. Jadi, kalau harga di luar pajaknya, Indonesia masih lebih mahal. Apakah kita rela strategi komunikasi seperti ini terjadi di Indonesia? Saya sendiri tidak rela,” ucap Faisal. (kompas.com)