-->

Rabu, 01 April 2015

Effendi MS Simbolon Usulkan Angket soal BBM ke Jokowi

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Effendi MS Simbolon menyatakan bahwa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sejak November 2014 lalu telah melepas harga bahan bakar minyak (BBM) ke mekanisme pasar. Menurutnya, pemerintah tidak lagi memandang minyak dan gas sebagai komoditas strategis masyarakat.

"Satu bulan setelah Jokowi-JK dilantik jadi presiden dan wakil presiden, pemerintah melepas harga BBM ke mekanisme pasar dan terkesan tidak lagi melihat BBM sebagai komoditas strategis masyarakat yang harus dilindungi negara," kata Effendi di sela-sela rapat dengan menteri ESDM di DPR, kompleks parlemen, Senayan Jakarta, Senin (30/3).

Secara konstitusi, lanjut anak buah Megawati Soekarnoputri di DPR itu, kebijakan melepas harga BBM ke mekanisme pasar jelas melanggar undang-undang. "Pak Presiden Jokowi melanggar undang-undang dan UUD 45 khusunya Pasal 33 karena ada amanat subsidi di sektor migas," tegasnya.

Effendi menegaskan, tidak seharusnya pengelolaan komoditas strategis seperti BBM diliberalisasikan. Sayangnya, lanjut Effendi, DPR justru membiarkannya.

“Yang saya lihat terjadi pembiaran oleh DPR. Mungkin wakil rakyat ini belum terlalu fokus memikirkan rakyat karena terlalu sibuk dengan urusan lain," ujarnya.

Karenanya, Effendi mengharapkan DPR membuat langkah tegas untuk menyikapi kenaikan harga BBM. "Kalau saya senderhana saja menyikapinya, buat angket BBM, jadi kita sangat serius untuk melihatnya," cetus mantan wakil ketua komisi energi di DPR ini.

Effendi berpandangan, melepas harga BBM ke mekanisme pasar bebas bukan masalah sederhana. "Ini pasti ada sesuatu di belakangnya. Kenapa kemudian Pak Jokowi tunduk kepada mekanisme pasar ini? Kita ingin tahu di belakang ini semua," tegas anggota DPR dari daerah pemilihan DKI Jakarta ini.

Selain itu, dia juga menuding kebijakan pemerintah melepas harga BBM ke mekanisme pasar tak terlepas dari orang-orang di lingkaran dalam Istana yang dikenal menganut neoliberal. "Di Istana kan ada Ari Soemarno, Rini Soemarno, Sudirman Said dan Andi Widjojanto. Para neolib ini sesungguhnya berseberangan dengan PDIP. Makanya sejak November 2014, saya melakukan perlawanan," pungkasnya.(fas/jpnn)

Previous
Next Post »